Wawancara dengan Seorang Pekerja Wanita Indonesia di Jepang (bagian awal)

Jenis kelamin : Wanita
Asal Sekolah : D3 Jurusan Bahasa Jepang
Kemampuan Bahasa Jepang : N4 (lulus saat kuliah tahun pertama)

 
Selamat siang, Hanako(Nama samaran). Terima kasih sudah bersedia diwawancara di hari liburmu ini.. Mohon kerjasamanya.
Kapan Hanako pertama kali datang ke Jepang?

2 April 2014. Saya datang ke Jepang untuk belajar karena menerima beasiswa dari Monbukagakusho. Saya sekolah bahasa Jepang yang berada di Shinjuku selama 1 tahun.

 
Oh begitu ya. Menerima beasiswa dari Monbukagakusho artinya kamu memang ada keinginan untuk sekolah di Jepang ya? Awalnya, kenapa anda belajar bahasa Jepang?

Dari dulu saya berpikir ingin belajar bahasa asing lain selain bahasa Inggris. Mengapa selain bahasa Inggris, karena bahasa Inggris bisa dipelajari sendiri (tertawa). Saya lulusan jurusan bahasa Jepang di universitas di Indonesia, kenapa saya pilih bahasa Jepang, karena saya pernah mempelajari bahasa tersebut di bangku SMA dan mulai tertarik sejak saat itu. Jadi saya memutuskan kuliah bahasa Jepang karena ingin lebih mempelajarinya.

 
Oh begitu. Jurusan Bahasa Jepang di Indonesia terbagi menjadi S1 dan D3 kan ya? Kampus di daerah tempat tinggal Hanako tersedia 2 jenis strata pendidikan tersebut, mengapa memilih D3?

Saya memilh D3 karena bisa cepat lulus (tertawa). Di D3 kita bisa belajar bahasa jepang yang digunakan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan Pariwisata dan Hospitality. Selain itu juga karena kita bisa lanjut S1 di pertengahan kuliah D3.

 
Begitu ya. Hebat sekali anda karena memilih dengan memiliki tujuan dan pertimbangan yang matang. Saya tidak tahu kalau ternyata bisa pindah ke S1 dari D3.
Bagaimana kehidupan sekolah bahasa Jepangmu saat tahun pertama?

Sekolah berlangsung Senin-Jumat jam 09:00-15:00. Pertengahan tahun pertama saya tidak bisa bekerja part time. Saya mencoba melamar di KFC atau restoran, tapi kemampuan bahasa Jepang saya dibilang belum bagus jadi tidak diterima oleh mereka.

 
Saya pikir orang yang bisa berbahasa Jepang dasar atau tingkat tertentu akan diterima karena KFC atau restoran sering kekurangan karyawan, tapi ternyata tidak begitu ya. Jadi, apakah setelah itu anda tidak kerja part time sama sekali?

Setelah itu saya kerja part time di restoran Unagi (belut) yang diperkenalkan oleh teman saya. Saya part time seminggu 2-3 kali, dengan 5 jam kerja per harinya. Pekerjaannya adalah menyiapkan acar atau minuman di dapur untuk para tamu. Isi restorannya sekitar 50 seat, dan upah per jamnya adalah 950 yen.

 
Saya tidak bisa mengatakan kalau upah 950 yen perjam adalah jumlah yang besar untuk daerah sekitaran Shinjuku, Tokyo. Tapi karena anda menerima beasiswa juga, penghasilan tersebut cukup untuk uang saku ya.

Belajar bahasa Jepang 3 tahun di Indonesia sama levelnya dengan belajar 1 tahun di Jepang (tertawa). Isi yang dipelajari sebagian sama dengan di Indonesia. Tapi karena kalau di Jepang yang mengajari adalah native, hasilnya berbeda. Saya berpendapat begini bukan karena saya pernah kuliah di jurusan Bahasa Jepang lho, saya pikir orang yang baru pertama kali belajar pun pasti akan berpikir begitu. Untuk orang yang ingin cepat pintar bahasa Jepang sebaiknya tidak usah kuliah bahasa Jepang di Indonesia, langsung sekolah bahasa Jepang di negaranya saja.

 
Ternyata memang belajar yang paling efektif itu kalau diajari oleh native ya (tertawa). Tidak salah jika saya bilang jika Jepang adalah lingkungan yang mendukung untuk menjadi pintar berbahasa Jepang karena kita tidak bisa hidup disini apabila tidak menggunakan bahasanya ya.
Anda kan melanjutkan sekolah ke akademi setelah lulus sekolah Bahasa Jepang, kenapa anda memilih untuk lanjut ke akademi?

Karena hobi saya adalah memasak, saya ingin lanjut ke Akademi Memasak dan mempelajari Washoku (masakan Jepang). Sebab itulah saya memutuskan lanjut ke akademi setelah lulus dari sekolah Bahasa Jepang.

 
Anda punya tujuan konkret sejak sebelum datang ke Jepang ya. Orang yang seperti itu menurut saya hebat sekali karena mereka akan tetap berjuang meskipun ada rintangan demi mencapai tujuan.
Bagaimana dengan kehidupan akademi anda?

Kuliah di akademi berlangsung dari Senin sampai Jumat selama 2 tahun. Ada hari dimana kuliah berlangsung dari pagi sampai malam, ada juga yang hanya sampai siang.
Tahun pertama saya mempelajari masakan cina, masakan barat, pastry, dan lainnya. Awalnya saya tidak mengerti sama sekali isi kuliah karena banyaknya istilah khusus dan cepatnya tempo berbicara para dosen. Akhirnya saya bisa mengerti juga setelah menjalani kuliah selama setengah tahun.

 
Ternyata tetap susah ya meskipun sudah sekolah bahasa Jepang selama 1 tahun. Bagi orang Jepang pun pasti susah jika konentarsi keahlian yang diambil berbeda. Awalnya pasti menderita sekali ya. Anda pasti sudah berjuang keras.

Pertama-tama dosen akan melakukan demo saat praktek memasak, berkat itu saya mengerti karena melihatnya. Tapi saya tidak mengerti resep yang ditulis (tertawa).
Saya sangat menikmati saat-saat praktek tersebut karena bisa makan makanan enak.

 
Karena semuanya ingin menjadi seorang professional, kelihatannya masakannya enak ya. Saya juga ingin coba (tertawa).
Saat saya mewawancarai siswa asing yang bersekolah di bidang fashion, saya dengar mereka menghabiskan banyak uang karena harus membeli kain dan peralatan lain sendiri. Apakah sekolah masak juga begitu?

Ya. Saya membayar sekitar 300.000 yen khusus untuk membeli pisau, seragam, buku pelajaran, dan lainnya (tidak termasuk uang sekolah).

 
Ternyata memang begitu ya. Kalau begitu, apakah anda menghasilkan uang dari melanjutkan kerja part time yang tadi disebutkan?

Saya bekerja di restoran Unagi (belut) tersebut selama kurang lebih 1 tahun, lalu setelah itu ganti ke restoran yang dekat dengan akademi saya. Tempat itu juga dikenalkan oleh teman saya, upah perjamnya 1000 yen. Saya kerja disitu dengan jam kerja yang sama dengan part time yang saya lakukan saat sekolah bahasa Jepang.

 
Sudah saya duga pasti anda kerja part time di tempat yang bisa sekalian belajar masak ya. Seperti apa pekerjaannya?

Saya bekerja di dapur. Di sini saya menghasilkan banyak pengalaman lho (tertawa).

 
Tolong ceritakan pengalaman tersebut (tertawa).

Masih banyak hal yang tidak saya mengerti meskipun saat itu saya mempelajari tentang masak karena masih mahasiswi. Padahal spesialisasi saya Washoku (masakan Jepang), tapi saya bahkan tidak tahu cara membuatnya ataupun cara mengasah pisau. Salah satu teman kerja saya adalah lulusan sekolah masak, lalu saya dimarahi dan dibilang tidak memiliki tanggung jawab sebagai seorang koki.
Setelah itu, apabila saya membuat kesalahan sekecil apapun, saya akan diomeli dengan suara besar, saya takut sekali. Karena orang-orang tempat saya bekerja dulu (restoran Unagi/ belut) baik sekali, saya merasakan perbedaan yang sangat mencolok. Di restoran Unagi, jarak dengan tamu hanya dipisahkan oleh meja kaunter, di resto Washoku ini dapurnya berada di tempat yang tidak terlihat oleh tamu, mungkin ada hubungannya juga disitu.
Tapi saya juga pernah diperlakukan baik kok. Karena pisau yang saya punya tidak terlalu tajam, senior tersebut meminjamkan pisau Jepangnya. Saya sangat berterimakasih karena berkat itu saya lulus di ujian sekolah.

 
Oh begitu ya. Ada orang yang berpikir bahwa memasak adalah dunia keahlian. Menyuruh belajar hanya dengan melihat tanpa penjelasan ya. Atau mungkin saja Hanako diperlakukan lebih tegas daripada orang lain karena Hanako seorang junior. Bisa juga karena dia memang orang yang menyebalkan (tertawa).
Bagaimanapun juga, anda beruntung ya karena bisa punya banyak pengalaman dari kerja part time tersebut. Karena menurut saya pengalaman pertama kali di Jepang tersebut adalah cerita yang sangat berharga.

Berat sih, tapi karena saya memang ingin kerja part time yang berhubungan dengan memasak, saya berjuang untuk melanjutkannya sampai lulus.

 
Anda sudah bertahan di lingkungan yang pahit ya. Bagaimana dengan proses mencari kerja full time?

Awalnya saya bingung, apakah sebaiknya mencari kerja full time atau pulang ke Indonesia. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari kerja yang berhubungan dengan Washoku (masakan Jepang). Ada juga lowongan yang masuk ke sekolah, tapi sayang sekali saya tidak bisa mengikuti tahap wawancara karena yang dibutuhkan adalah orang Jepang.

 
Begitu ya. Padahal bagus sekali ya apabila siapapun bisa mencari pekerjaan di bidang itu untuk menyebarkanluaskan Washoku (masakan Jepang) yang merupakan budaya Jepang tersebut.
Apa yang anda lakukan setelah mengetahui susahnya menemukan pekerjaan melalui sekolah?

Saya diperkenalkan sebuah restoran oleh senior di tempat part time setelah saya bilang kepadanya kalau saya ingin cari kerja.
Pertama-tama saya menyiapkan Daftar Riwayat Hidup, lalu saya diterima setelah 3x wawancara dengan kepala bagian, direktur, dan kepala bagian Washoku.
Saya mulai cari kerja sekitar bulan Oktober, dan saya diterima pada bulan Maret.

 
Butuh waktu sekitar 6 bulan ya. Pekerjaan memasak bidang Washoku (masakan Jepang) jumlahnya pasti sedikit dibanding pekerjaan biasa. Pasti berat sekali ya saat mencari kerja, tapi kamu sudah berjuang keras ya!

Ya. Semacam tantangan juga buat saya karena perusahaan yang menerima ternyata pertama kali mempekerjakan orang asing. Saya tidak begitu mengerti cara mendapatkan visa dengan status pekerja (tertawa). Tapi mereka menyiapkan data-data dan memastikan semuanya untuk saya, lalu saya pergi sendiri ke Imigrasi untuk mengurus visa.

 
Pertama kalinya mempekerjakan orang asing. Kesempatan akan makin luas apabila makin banyak perusahaan yang seperti itu ya. Omong-omong, apakah ada hal yang paling berkesan saat proses mencari kerja tersebut?

Di Jepang harus cepat mencari kerja ya. Kalau di Indonesia mencari kerjanya setelah lulus, di Jepang harus mencari kerja sebelum lulus. Lalu, harus memakai suit (setelan jas lengkap) saat wawancara. Untung saya punya karena saat masih di akademi, setelan jas dibutuhkan saat kuliah hospitality atau saat kunjungan ke hotel. Bagi yang tidak punya, harus beli baru.

 
Iya sih ya. Jepang lebih unik dibanding negara lain, dimana mencari dan memutuskan ingin bekerja dimana sebelum lulus itu adalah hal yang biasa.
Kemudian karena Jepang memulai awal tahunnya pada bulan April, akan sulit mencari kerja di Jepang bagi yang kuliah di negara lain karena waktu kelulusannya berbeda.

Karena saya diputuskan untuk bekerja di bidang memasak setelah masuk perusahaan, saya langsung magang di salah satu gerainya setelah mendapat surat penerimaan.

 
Oh begitu. Seperti apa magangnya?

Jam kerjanya ditentukan oleh shift. Hari yang panjang dimulai dari jam 10:00-23:30. Yang dilakukan juga memasak. Tempat magangnya jauh dari rumah jadi perjalanannya membutuhkan waktu 2,5 jam sekali jalan.
Waktu istirahat seharusnya 2 jam, tapi ada juga hari dimana kalau persiapannya belum selesai jam istirahatnya makin pendek.
Pekerjaannya pun menuntut harus selalu berdiri. Sangat berat karena tidak ada istirahat karena harus melakukan persiapan untuk esoknya meskipun tidak ada tamu maupun tidak ada order.

 
Sudah jam kerjanya panjang, ditambah 4 jam perjalanan bolak-balik. Kelihatannya 1 hari saja sudah capek sekali ya.

Kokinya bukan orang yang galak, tapi saya merasa kurang cocok dengan beliau. Saya hampir tidak pernah diajari karena disuruh untuk mengingat cara memasak hanya dengan melihat. Saat kokinya libur, ada saat dimana saya harus memotong Maguro (tuna). Tapi karena tidak punya pisau khusus memotong Maguro (tuna), saya memakai pisau pribadi. Pisau saya malah rusak….
Karena tidak pernah diajari, tentu saja banyak hal yang tidak saya mengerti, tapi saya malah diperingatkan gara-gara itu sehingga saya jadi stress. Padahal masih magang tapi sudah seperti itu.

 
Terasa sekali dunia keahliannya ya. Apabila tidak diajari seperti halnya perlakuan ke orang Jepang, benar-benar perusahaan yang lingkungan kerjanya keras ya.

Saya pernah mengalami kesulitan seperti itu. Perasaan ragu saya untuk bekerja di perusahaan tersebut bertambah dikarenakan kehigienisan yang tidak begitu dijaga, padahal mereka menjalankan restoran.
Lalu, saya memutuskan untuk berhenti dari perusahaan tersebut meskipun belum tahu mau kerja dimana setelah keluar. Saya berpikir mungkin lebih baik pulang ke Indonesia apabila tidak juga menemukan pekerjaan. Habis saya sudah capek dengan kehidupan yang hanya bisa tidur jika sampai di rumah (tertawa).

 
Apakah kamu tidak dicegah saat menyampaikan niat untuk berhenti kerja?

Ya, awalnya dicegah. Saya membuat shock kepala bagian saat pertama kali konsultasi. Apalagi mereka sudah menyiapkan banyak dokumen karena pertama kali mempekerjakan orang asing, dan sepertinya mereka menaruh harapan terhadap saya.
Oleh sebab itu saya bilang untuk saya coba pertimbangkan lagi. Setelah berpikir selama 3 hari, ternyata saya memang tidak mau lanjut dan memutuskan untuk berhenti. Kehidupan terasa sangat berat padahal baru kerja selama 2 bulan. Meskipun hanya magang, tapi saya pikir pengalaman ini bukan hal yang sia-sia.
Pekerjaan yang berhubungan dengan service (termasuk restoran) adalah pekerjaan yang super sibuk. Teman saya pernah kerja di café dan dia memutuskan untuk pulang ke Indonesia setelah 2 tahun karena pekerjaannya yang berat.

Iya sih ya (tertawa). Seperti yang anda katakan, karena tenaga kerja di bidang service tidak cukup, mereka mengandalkan part time para mahasiswa asing. Mulai sekarang pun akan makin tidak cukup. Masyarakat Jepang harus berpikir sekali lagi, karena kehidupan praktis yang telah dicapai sekarang ini ada berkat kekuatan para pelajar kulit hitam.
Nah, Hanako yang memiliki pengalaman seperti ini, sekarang sudah bekerja di perusahaan lain kan ya? Sebenarnya saya ingin bertanya lebih lanjut tentang itu, tapi lebih baik saya akhiri sekarang supaya tidak makin panjang (tertawa). Tolong ceritakan kisah selanjutnya di lain kesempatan ya!