Konsultasi Tentang Perolehan Status Tinggal dari Seorang Pencari Kerja

Kali ini すかSUKI ingin menceritakan sebuah konsultasi yang datang dari seorang lulusan sekolah bahasa Jepang dan ingin bekerja di sana.

 

【Isi Konsultasi】

・ Ingin bekerja di Jepang karena sudah lulus dari sekolah bahasa Jepang.
・ Dia adalah lulusan Teknologi Informasi di salah satu universitas di Indonesia.
・ Sedang dalam proses mencari kerja, tapi belum dapat tempat kerja yang pasti.
・ Karena tidak bisa bertahan di Jepang jika tidak menemukan perusahaan yang mau menerimanya, akhirnya dia menemukan agen yang bisa memperpanjang status tinggalnya untuk 1 (satu) tahun.
・ Dia membayar biaya sebesar 200.000 yen (sekitar 20 juta rupiah) dan telah mendapatkan status tinggal baru (Specialist in Humanities/ International Services visa atau visa kerja). Sekarang sedang proses mencari kerja.

 

【Isi Saran】

Saya kaget ketika mendengar konsultasi di atas. Alasannya, padahal di kenyataan dia baru lulus sekolah bahasa Jepang dan belum mendapat pekerjaan, tapi status tinggal yang tertulis di Residence Cardnya (semacam KTP untuk warga asing) adalah sebagai Pekerja dan bukanlah Pelajar.

Demi mendapatkan izin tinggal berstatus Specialist in Humanities/ International Services ini, Pertama-tama kamu harus mencari kerja dengan melamar ke perusahaan, melewati wawancara dsb. Jika tidak diterima kamu tidak bisa memperoleh status tinggal tersebut. Kenapa? Karena ketika ingin merubah status tinggal di kantor imigrasi, kamu dituntut untuk menyerahkan Surat Keterangan Kerja yang dibuat oleh tempat kerjamu.

Tetapi, jika mendengar dari ceritanya, sang klien tidak melakukan sendiri prosedur penggantian status tinggal tersebut. Bahkan dia sama sekali tidak tahu dokumen apa saja yang telah diserahkan ke pihak imigrasi.

Berdasarkan cerita dari orang yang telah diterima bekerja di Jepang, sebagian besar dari mereka melakukan perubahan status tinggal dengan cara menerima dokumen dari perusahaan dan pergi sendiri ke kantor imigrasi. Ada juga yang dilakukan di tempat kerjanya jika perusahaannya adalah perusahaan besar. Tapi, meski kita tidak pergi sendiri ke kantor imigrasi, bukankah seharusnya kita menerima data atau copy dari dokumen yang telah diserahkan?

Setelah mendengar cerita dari klien, perusahaan yang menerima uang 200.000 yen tersebut adalah agen yang melakukan prosedur penggantian status tinggal dengan cara membuat klien seolah diterima bekerja di perusahaan palsu secara resmi, lalu membuat dokumen yang selanjutnya diserahkan ke kantor imigrasi. Agen tersebut bukanlah perusahaan Jepang maupun Indonesia, tapi perusahaan dari negara lain.

Meskipun mendapatkan status tinggal, kalau caranya seperti ini, dia tidak akan bisa menjawab apabila datang pertanyaan dari pihak imigrasi seperti “Dimana dan seperti apa pekerjaannya? Apa nama perusahaan dan alamatnya?”. Sang klien sama sekali tidak tahu-menahu seperti apa dokumen yang telah diserahkan ke imigrasi, apalagi perusahaannya memang tidak ada di kenyataan. Masa nama dan alamat tempat kerja sendiri tidak tahu, mau dipikir seperti apapun rasanya tetap tidak wajar kan? Kelihatan jelas sekali kalau dia mendapatkan status tinggal dengan cara yang tidak sesuai.

Sang klien bertransaksi dengan agen karena dia tidak mengetahui keadaan dan tergolong orang berada. Selama kamu menetap di Jepang untuk waktu yang lama, kamu harus mendapatkan status tinggal yang sesuai dan tidak melakukan kegiatan selain yang diizinkan oleh kualifikasi tersebut. Kalau tidak ada perusahaan yang belum menerima, tidak ada alternatif lain selain pulang ke negara masing-masing.

 

【Keadaan Klien Setelah Itu】

Setelah beberapa waktu, saya bertanya lagi kepada klien tentang keadaannya sekarang. Sepertinya dia berhasil mendapatkan pekerjaan dan mendapat status tinggal untuk bekerja di perusahaan tersebut.

Ketika menerima konsultasi yang saya terima kali ini, saya kaget karena ternyata ada juga perusahaan yang seperti itu. Mereka memberikan status tinggal dengan memanfaatkan uang dari orang-orang yang ingin menetap lama di Jepang dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup. Tapi, jika mendapat status tinggal dengan cara seperti itu nanti bisa dideportasi (dipulangkan secara tidak hormat). Dan karena catatan tersebut akan tersimpan di imigrasi, ada kemungkinan juga kamu menjadi tidak bisa datang ke Jepang meskipun ingin (diblacklist).

Kalian semua tinggal di Jepang sebagai warga asing. Karena Jepang adalah negara yang ketat terhadap peraturan, saya ingin kalian mengetahui dan mematuhi segala peraturan yang ada.

Budaya Kerja Orang Jepang

Konnichiwa sahabat すかSUKI semuanya!

Di artikel sebelumya kita pernah membahas tentang tahap melamar kerja di Jepang. Nah, pasti kamu mau tahu dong, seperti apa sih budaya kerja japanese? Kita perlu tahu supaya tidak kagok saat bekerja dengan mereka.
Jika kita sudah menyelesaikan pendidikan dan siap menghadapi dunia luar, maka kita akan disebut dengan sebutan 社会人(しゃかいじん) (shakaijin: anggota masyarakat). Menjadi shakaijin, itu berarti kita juga harus siap untuk menjadi orang dewasa sepenuhnya yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri, maupun harus mampu mempunyai manner yang baik. Jadi, jangan heran kalau menjadi shakaijin di Jepang itu sedikit berat.
Untuk penjelasan lebih lanjut tentang budaya kerja mereka, lanjut baca saja deh!

 

1. Disiplin

Seperti yang kalian pastinya sudah tahu semua, orang Jepang itu perfeksionis. Yes! Benar sekali. Mereka perfeksionis sehingga terkesan kaku karena tingkat kedisiplinannya yang tinggi. Mereka bekerja dengan jadwal yang tertata rapi dengan waktunya yang mereka perhitungkan dengan teliti. Jadi jangan sampai kalian terlambat karena hal yang tidak jelas ya, karena image adalah hal yang sangat penting saat bekerja disana. Sekalinya imagemu jelek, susah untuk mengembalikan kepercayaan mereka terhadap kamu.

 

2. Detail

Hmm.. ada yang tau apa maksud detail disini? Detailnya yang dimaksud adalah, mereka selalu memperhitungkan segalanya sampai yang menurut kita tidak penting sekalipun. Misalnya nih, mereka mau membuat pintu. Kalau kalian, apa yang kalian pikirkan saat mau membuat pintu? Warna? Bentuk? Ukuran? Ada lagi? Kalau mereka, selain hal yang disebutkan tadi, mereka juga akan memikirkan ‘Permukaannya mau dibuat seperti apa, bahaya atau tidaknya kalau anak kecil yang memakai, dsb dsb’. Tapi justru itu yang menyebabkan barang-barang yang mereka buat itu pasti berkualitas dan aman digunakan oleh siapa saja.

 

3. Budaya lembur

Saya tidak tahu apakah ini bisa disebut sebagai budaya atau tidak, karena hampir sebagian besar warga Jepang tidak pulang tepat waktu. Sistem kerja mereka adalah berangkat awal pulang akhir. Mereka biasanya lembur minimal 1 jam. Jadi kalau jam pulang mereka seharusnya jam 18.00, mereka akan tetap kerja sampai sekitar jam 19.00-21.00. Maka dari itu, pemerintah Jepang sekarang sedang gencar menggalakkan peraturan untuk meminimalkan lembur serta menganjurkan warganya untuk segera pulang dan menghabiskan waktu bersama keluarga.

 

4. Dedikasi tinggi

Orang Jepang itu totalitas dalam segala hal, begitu juga dalam pekerjaan. Kalau di atas tadi saya menyebutkan mereka suka lembur dan pulang terlambat, mereka juga suka masuk kerja minimal 30 menit sebelumnya. Alasannya? Menyiapkan pekerjaan yang mau mereka lakukan hari itu. Wow. Mereka juga tidak suka menunda-nunda pekerjaan. Karena itulah hasil pekerjaan mereka selalu bagus dan tidak pernah molor.

 

5. Sistem vertikal

Untuk sistem kerja, mereka masih menerapkan budaya 先輩(せんぱい) (senpai: senior) dan 後輩(こうはい) (kohai: junior) yang kuat. Dengan senior saja kita harus hormat sekali, apalagi dengan atasan. Pemakaian bahasa adalah salah satunya. Kita wajib memakai bahasa sopan (yang biasa diakhiri dengan です (desu) atau ます (masu) terhadap mereka. Hati-hati, jangan sampai memakai bahasa gaul yang biasa kita dengar di anime atau drama seperti saat bicara dengan teman ya!

 

6. Tidak ada musik saat bekerja

Kontras dengan di Indonesia, di Jepang tidak ada yang mendengarkan musik sambil bekerja. Jika tempat kerjanya adalah hotel, tempat makan, atau tempat yang berhubungan dengan leisure, jelas tersedia musik tapi jenisnya pun disesuaikan dengan tempatnya (jika hotel maka akan dilantunkan musik jazz atau sejenisnya), tapi kalau kamu kerja di kantor tidak akan ada musik, karena para karyawan harus konsentrasi secara maksimal. Konon, musik yang ada lirik lagu di dalamnya disebut-sebut malah mengganggu konsentrasi dan membuat pekerjaan menjadi lebih lamban lho!

 

7. Tidak ada pembedaan pekerjaan

Kerja di Jepang, kita harus siap melakukan apa saja. Melakukan apa saja yang saya maksud disini adalah kita harus bisa melakukan apapun, bahkan pekerjaan yang tidak kita sukai. Jadi, jangan pilih-pilih kerjaan ya, guys! Dengan adanya budaya ini, justru malah membuat mereka tidak meremehkan pekerjaan apapun, karena menurut mereka semua jenis pekerjaan itu sama mulianya.

 

8. Tidak ada cleaning service di kantor

Kalau kamu nantinya bekerja di kantor, jangan kira kalau keadaannnya akan sama dengan di Indonesia ya, guys, karena disana itu serba DIY alias Do It Yourself. Jadi kamu harus bisa membersihkan meja kerjamu sendiri tanpa perlu menunggu dibersihkan oleh cleaning service. Tidak hanya meja kerjamu sendiri, untuk ruangan yang dipakai bersama pun harus langsung dibersihkan sendiri setelah dipakai.

 
Cukup sekian dulu untuk artikel kali ini. Jangan takut untuk kerja di Jepang, karena orang Jepang itu benar-benar baik hati dan selalu peduli dengan karyawannya kok! Semangat!