Kuliah di Jepang, Bukan Sekadar Belajar Bahasa Jepang

Selamat siang, terima kasih karena sudah menyempatkan diri untuk menjadi narasumber di topik kali ini. Mari kita awali dengan perkenalan lebih dulu.

Selamat siang, perkenalkan nama saya Pratama Hanan Alfarisyi, biasa dipanggil Tama. Saya mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Brawijaya angkatan 2016.

Salam kenal Tama. Sekarang sedang sibuk dengan kegiatan apa?

Sekarang sedang ikut program JASSO selama satu tahun dari bulan September 2019 sampai Agustus 2020 di Universitas Kumamoto Jepang. JASSO ini sendiri merupakan salah satu beasiswa hasil MOU Prodi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Brawijaya (UB) dengan Kumadai (Kumamoto Daigaku). Dari Universitas saya sendiri sekarang ada empat mahasiswa yang ikut, dan kemungkinan jumlahnya sama setiap tahun.

Wah sedang di Jepang ya. Kalau boleh tahu, bagaimana proses dari awal sampai bisa terpilih untuk mengikuti program ini?

Kalau persyaratan dari prodi sendiri yaitu mahasiswa yang lulus N2 atau sudah pernah ikut tes wawancara Monbukagakusho. Setiap tahun kriteria bisa berubah, menyesuaikan kemampuan mahasiswa. Yang jelas akhirnya akan diambil empat teratas. Kemudian setelah terpilih, mahasiswa mengisi form yang sudah ada untuk dikirimkan ke pihak Kumadai. Keputusan diterima atau tidaknya itu tergantung dari Kumadai.

Oh begitu, program yang diikuti ini apakah seperti kuliah pada umumnya atau ada kegiatan lain?

Belajar di kampus seperti biasa menyesuaikan jurusan. Di Kumadai dibagi dua course. Ada E-Course (English) dan J-Course (Japanese). Untuk UB sendiri semua mengikuti J-Course. Untuk kelasnya ada pembagian level juga menyesuaikan dengan tingkatan JLPT.

Wah, bagaimana rasanya bisa belajar di Universitas di Jepang?

Tanoshikatta! Sangat menyenangkan bisa belajar di salah satu Universitas yang ada di Jepang.

Apakah ada kesulitan selama belajar di Universitas Kumamoto?

Ketika belajar tidak ada kesulitan, karena oleh kampus sudah disesuaikan levelnya. Ada satu mata kuliah yang lumayan susah, tapi oleh dosennya diberikan tutor (orang Jepang) sesama mahasiswa yang juga mengambil mata kuliah yang sama selama di kelas.

Bagaimana dengan kehidupan di sana?

Saya tinggal di asrama yang disediakan oleh Kumadai, namanya Kumamoto University International House. Kemudian mahasiswa di sini difasilitasi tutor oleh kampus untuk membantu selama tinggal di Jepang. Misalnya untuk membuat residence card, membuat ktp dan sim card, mengisi mata kuliah online, dan lain sebagainya. Ketika pertama sampai ke Jepang pun langsung dijemput oleh tutornya.

Syukurlah, jadi lebih semangat ya belajarnya. Apakah ada kendala yang dirasakan selama tinggal di Jepang?

Kalau sekarang karena sedang ramai dengan coronavirus, ryuugakusei (mahasiswa asing) merasa kurang nyaman, kota juga jadi lebih sepi dan orang-orang jadi lebih waspada dengan sekitar. Bahan makanan dan lain-lain seperti masker, hand sanitizer, tisu toilet banyak habis karena diborong. Kalau untuk ibadah dan makanan halal tidak sulit, karena di dekat kampus ada masjid Kumamoto Islamic Centre, dan di dekat sana ada Kumamoto Halal Food, salah satu rumah makan halal yang pemiliknya ternyata orang Indonesia. Kebetulan saya baito (kerja paruh waktu) di rumah makan tersebut.

Wah, semoga mahasiswa Indonesia di sana tetap sehat ya. Kalau begitu ketika hari libur biasanya menghabiskan waktu dengan apa?

Biasanya ada jadwal baito (kerja paruh waktu), atau kalau libur biasanya main game, sesekali diselingi mengerjakan skripsi juga. Kadang-kadang main ke daerah lain, selama ini sudah pernah ke Fukuoka, Saga, Nagasaki dan Oita.

Seru ya bisa jalan-jalan ke berbagai tempat, dan bisa baito juga di sana. Apa ada aturan khusus kalau ingin baito?

Sebelum baito harus buat izin dulu ke imigrasi Jepang. Kemudian diberikan aturan tempat mana saja yang tidak boleh dijadikan tempat baito, dan selama satu minggu hanya dibatasi 28 jam.

Dengan banyaknya kegiatan sekarang ini, pelajaran, pengalaman, atau manfaat apa saja yang sudah didapatkan selama tinggal di Jepang?

Karena ini pertama kalinya saya merantau dan hidup di negara orang, saya banyak belajar pelajaran hidup. Dari bagaimana caranya mengatur keuangan, lalu karena makanan halal terbatas akhirnya harus bisa masak, dan pelajaran lainnya. Kemudian di sini pun bisa menambah relasi, tidak hanya orang Jepang, tapi sesama pelajar Indonesia juga.

Sebagai penutup, adakah pesan-pesan untuk mahasiswa di Indonesia yang juga ingin kuliah di Jepang?

Tetap semangat belajarnya, dan yang pasti jangan lupa berdoa. Jalan untuk belajar ke Jepang ada banyak kok sebetulnya, selama masih ada kemauan, InsyaAllah dipertemukan jalan.

Terima kasih sudah berbagi pengalaman dengan teman-teman pembaca, semoga dilancarkan segala urusannya selama di Jepang, sehat selalu dan dilindungi dari wabah coronavirus yang sedang ramai ini ya. Semangat untuk belajarnya!

Puasa Ramadhan di Jepang

Bagi warga Indonesia yang sedang merantau di Jepang, Ramadhan di Jepang tentu berbeda dengan di Indonesia. Ketika melaksanakan puasa ramadhan di Indonesia, akan banyak ditemui penjual makanan yang menjual makanan di jam-jam menjelang buka puasa. Sedangkan, di Jepang yang tidak terdapat bulan Ramadhan di kalendernya, selama 24 jam kita akan melihat pemandangan makanan yang menggoda iman. Selain terdapat godaan dari makanan-makanan yang terlihat lezat, aktivitas sehari-hari di Jepang juga lebih sibuk dan melelahkan dibandingkan ketika di Indonesia. Bagi orang Indonesia yang pertama kali menjalankan ibadah puasa ramadhan di Jepang, tentu akan tercengang dengan durasi puasa yang lebih panjang ketika bulan ramadhan jatuh di musim panas atau di pergantian musim semi ke musim panas. Dengan kondisi sehari-hari yang sangat melelahkan dan durasi puasa 3 sampai 4 jam lebih panjang, terkadang akan muncul perasaan ragu “Hari ini bisa puasa penuh tidak ya?”

 

Gambar 1 : Mengantri untuk mendapatkan jatah berbuka puasa>

 
Berdasarkan pengalaman pribadi, niat adalah kunci utama untuk tetap bisa menjalankan ibadah puasa ramadhan di Jepang dengan kehidupan sehari-hari yang luar biasa sibuk dan durasi puasa yang lebih panjang. Selain itu, walaupun durasi puasa ramadhan ketika jatuh di musim panas lebih panjang daripada di Indonesia, durasi yang sangat panjang tersebut tidak terasa apabila kita menjalani aktivitas yang sibuk.

 

Gambar 2 : Menu berbuka puasa

 
Hal yang membedakan puasa di Jepang lainnya yaitu kita tidak akan mendengar suara adzan masjid maupun bedug kalau tidak pergi ke masjid. Bagi umat muslim yang tinggal di sekitar Tokyo yang ingin merasakan nuansa Ramadhan bersama teman-teman muslim lainnya masih bisa menjalankan puasa dengan nuansa Ramadhan ke salah satu masjid terdekat. Selama satu bulan penuh Ramadhan diselenggarakan iftar (berbuka puasa) bersama di masjid tanpa dipungut biaya a.k.a gratis. Selain bisa menjalin silaturahim dengan teman-teman muslim lainnya, rindu menjalankan ibadah puasa Ramadhan di Indonesia akan sedikit terobati. Inilah, beberapa dokumentasi iftar bersama di salah satu masjid di Tokyo setelah Sholat Maghrib berjamaah.

 

Gambar 3 : Suasana berbuka puasa di Jepang

 
Kita tidak perlu takut untuk puasa di negara minoritas muslim dengan aktivitas super padat dan durasi puasa yang lebih panjang. Karena puasa Ramadhan akan lebih berkesan di kondisi antimainstream.