Ikut Menari dalam Festival Otemoyan

Pada tanggal 9 Agustus 2017, diadakan sebuah festival menari maissal bertajuk Otemoyan Matsuri. Festival ini merupakan salah satu dari rangkaian acara festival musim panas Hi no Kuni Matsuri yang rutin diadakan setahun sekali di Kumamoto. Otemoyan sendiri merupakan sebuah lagu rakyat yang berasal dari Prefektur Kumamoto. Biasanya lagu ini diiringi dengan shamisen, taiko, dan alat perkusi lainnya, selain itu lirik dalam lagu ini menggunakan dialek Kumamoto daerah selatan.

Otemoyan bercerita tentang Chimo, seorang gadis di periode Meiji yang jatuh cinta kepada seorang pria yang memiliki bekas luka cacar di wajahnya. Mereka baru saja menikah tetapi mereka ragu untuk mengadakan upacara pernikahan karena khawatir masyarakat akan menghina wajah suaminya.

 

 
Dalam festival menari ini, saya kebetulan ikut bergabung dalam grup Consortium Kumamoto yang terdiri dari para mahasiswa asing yang berasal dari berbagai macam universitas di Kumamoto. Mayoritas dari grup ini merupakan mahasiswa asing dari Cina, tetapi banyak juga yang berasal dari Malaysia, Indonesia, Afrika, Thailand, Perancis, bahkan ada juga mahasiswa Jepang yang turut berpartisipasi. Latihan dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama diadakan tanggal 28 Juli 2017, sedangkan sesi kedua pada tanggal 1 Agustus 2017.

Meskipun latihan hanya dua kali, kami dapat menghafal gerakan karena Otemoyan memiliki gerakan tari simple nan mudah yang diulang-ulang. Selain itu, lagunya juga memiliki irama yang konstan sehingga mudah diikuti. Meskipun begitu, ternyata saat festival banyak juga grup lainnya yang memiliki koreografi sendiri. Kostum yang dikenakan pun bermacam-macam. Setiap grup memiliki cirri khasnya masing-masing. Grup kami mengenakan happi merah dengan ikat pinggang berwarna hitam serta ikat kepala yang diikat sedemikian rupa. Kumamon—mascot prefektur Kumamoto yang sangat terkenal, juga ikut menari dengan kostumnya.

 

 
Festival dimulai sekitar jam 7 sore. Peserta berbaris sedemikian rupa mengelilingi jalur tram dan akan menari sambil berjalan searah jarum jam. Di beberapa titik terdapat tempat istirahat berupa meja panjang yang diatasnya telah disiapkan minuman dan makanan kecil oleh panitia untuk para peserta yang beristirahat. Selain itu, di depan arcade—pusat perbelanjaan berupa jalan yang sisi kanan kirinya toko semua—terdapat panggung kecil yang diperuntukkan bagi perwakilan grup untuk memperkenalkan grupnya. Dalam grup kami kebetulan saya yang ditunjuk sebagai perwakilan—beserta seorang teman yang menemani saya menari di barisan depan—jadi saya yang naik ke panggung dan memperkenalkan grup. Dengan kamera reporter yang menyoroti wajah dari dekat, rasanya gugup sekali! Saya sempat lupa teks saking gugupnya, tapi untunglah saya dapat berimprovisasi sehingga acara perkenalan berlangsung lancar.

Setelah menari berkeliling selama kira-kira 2 jam, akhirnya acara selesai pada jam 9 malam. Di penghujung acara panitia membawa banyak balon yang kemudian dilepaskan dan diputarlah rekaman mengenai gempa Tohoku. Semua peserta mengangkat tangan ke atas sebagai bentuk solidaritas terhadap kawan-kawan di Tohoku yang menjadi korban gempa, karena sebelumnya saat gempa Kumamoto pada bulan April 2016, kawan-kawan Tohoku juga turut membantu. Setelah itu, kami semua pulang menuju gedung tempat berkumpul untuk mengganti pakaian dan mengumpulkan happi yang tadi dikenakan. Meskipun cuaca begitu panas dan angin berhembus kencang karena badai Nanmadol yang mendekat, kami semua merasa senang dan puas dengan keseruan acara ini!